Minggu, 09 November 2008

Perlu Pendidikan Seks Sedini Mungkin

Untuk mengurangi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia perlu dilakukan pendidikan seks sejak usia dini. Karena tanpa pendidikan seks kampanye penggunaan kondom yang begitu gencar selama ini tidak akan efektif. Demikian dikatakan Baby Jim Aditya, aktivis HIV/AIDS.

''Di Indonesia masyarakatnya tidak dibiasakan mendapatkan pendidikan seks sejak kecil. Pendidikan seks yang tiba-tiba saja tidak akan efektif. Paradigma itu harus diubah. Sering kali kita mengajari anak menyebutkan nama anggota tubuh, tetapi payudara dan alat kelamin tidak pernah disebutkan karena dianggap tabu, apalagi bicara kondom,'' ujar Baby.

Padahal sejak lahir, kata Baby, anak-anak telah memiliki alat seksualitas yang melekat pada diri mereka. Apabila sejak kecil pikiran anak telah dirancang dengan baik dan stabil, mereka akan mudah menerima kampanye penggunaan kondom.

''Kampanye HIV/AIDS di Indonesia pun belum begitu spesifik karena banyak sekali masalah yang dihadapi sehingga tidak bisa terfokus pada satu hal.''

Itulah sebabnya, lanjutnya, penanganan HIV/AIDS di Thailand lebih sistematik dibandingkan dengan Indonesia. Di sana, kata Baby lagi, terdapat sekolah dan rumah sakit khusus.

Menurutnya, di Thailand terdapat dua rumah sakit khusus HIV/AIDS. Rumah sakit pertama mampu menampung 4.000 pasien, dan yang kedua 10.000 pasien. Untuk rumah sakit yang kedua khusus ditangani oleh para bhiksu.

Baby menjelaskan bahwa penularan HIV/AIDS bisa terjadi pada keluarga yang tidak memiliki risiko tinggi terkena HIV/AIDS. ''Saya punya pasien pengguna narkoba jarum suntik sejak 1997. Ia selain terkena HIV, hepatitis C dan melakukan hubungan seks yang tidak aman. Ia kemudian memiliki pacar yang sama sekali bersih. Lalu ketika menikah nanti si lelaki ini dengan sadar melakukan penularan melalui hubungan seks.''

Menurut Baby, istri atau pacar sering kali menurut apa kata pasangannya karena posisi tawarnya cukup rendah. ''Karena sering kali kalau istri menolak berhubungan seks tidak aman dengan suaminya dituduh telah berselingkuh. Nah, kalau suami sakit kemudian istri juga tertular bagaimana dengan anak-anaknya?''

Oleh sebab itu, kata Baby yang baru saja kembali dari Thailand, perempuan merupakan makhluk paling berisiko tertular HIV/AIDS. Karena ketika suaminya sakit, istri akan merawat dengan penuh kasih sayang. Bahkan, sering kali dalam merawat pasien HIV ini, istri atau pacar tidak menggunakan pengaman, seperti sarung tangan atau masker, sehingga ketika ada luka istri dengan mudah akan terinfeksi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan LSM, jumlah penderita HIV di Indonesia cukup signifikan. Pada 2001 tercatat 1,1 persen dari 600 ibu hamil terinfeksi HIV/AIDS dan pada 2002 meningkat menjadi 3%.

Data Depkes sendiri mengenai penderita HIV/AIDS sebanyak 120-150 ribu pasien. Namun, ada data lain yang menyebutkan sudah mencapai 500 ribu pasien.

Oleh sebab itu, kata Baby, perlu dibuat shelter untuk penderita HIV/AIDS. ''Di bidang pendidikan perlu ada sekolah yang menyediakan klinik, karena anak-anak penderita HIV/AIDS tidak memiliki kekebalan tubuh sehingga cepat lemas. Usaha semacam ini harus terus diperjuangkan seperti yang telah dilakukan Thailand.'' (Nda/V-1)


Penulis: Nda
Waktu terbit: Kamis, 8 April 2004
Sumber:
Media Indonesia Online
Waktu akses: Rabu, 29 Oktober 2008


Tidak ada komentar: